TINGGALKAN KOMENTAR DAN ARGUMEN ANDA,TERIMA KASIH

Sabtu, 07 Desember 2013

Teori Konflik


Dimana dalam teori ini tidak mengakui kesamaan dalam suatu masyarakat. Menurut Weber,stratifikasi merupakan kekuatan sosial yang berpengaruh besar. Seperti halnya dalam sekolah, pendidikan merupakan variabel kelas atau status. Pendidikan akan mengantar sesorang untuk mendapatkan status yang tinggi yang menuju kearah konsumeris yang membedakan dengan kaum buruh. Namun tekanan disini bukan pada pendidikannya melainkan pada unsur kehidupan yang memisahkan dengan golongan lain. Menurut Weber, dalam dunia kerja belum tetntu mereka yang berpendidikan tinggi lebih trampil dengan mereka yang diberi latihan-latihan, namun pada kenyataanya mereka yang berpendidikan tinggi yang menduduki kelas penting. Jadi pendidikan seperti dikuasai oleh kaum elit, dan melanggengkan posisinya untuk mendapatkan status dan kekuasaannya.
Tokoh utama dalam teori ini, selain Karl Marx, adalah Ralp Dahrendorf,Georg Simmel,C.Wright Mills, dan L.A Coser. Asumsi dasar teori konflik ini antara lain bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus-menerus di antara unsur-unsurnya. Setiap elemen dalam masyarakat memberikan sumbangan terhadap disintegrasi social. Keteraturan yang terdapat dalam suatu masyarakat itu hanyalah disebabkn karena adanya tekanan atau pemaksaa kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Teori konflik ternyata agak mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat disamping konflik itu sendiri.
Veeger, Karel J (1993 : 92), teori konflik menyatakan bahwa barang yang berharga seperti kekuasaan dan wewenang, benda-benda material, dan apa yang menghasilkan kenikmatan, agak langka, sehingga tidak dapat dibagi sama rata diantara rakyat. Maka telah muncul golongan-golongan dan kelompok-kelompok oposisi, yang merasa diri dirugikan dan menginginkan porsi lebih besar bagi dirinya sendiri atau hendak menghalang-halangi atau mencegah pihak lain memperoleh atau menguasai barang itu.
Teori konflik dalam sosiologi untuk sementara waktu membatasi diri dan hanya bermaksud menerangkan antagonisme atau ketegangan antara pihak berkuasa dengan pihak yang dikuasai dalam rangka pengorganisasian struktural yang tertentu.
Penalaran teori konflik adalah sebagai berikut :
  1. Kedudukan orang-orang didalam kelompok atau masyarakat tidak sama, karena ada pihak yang berkuasa dan berwenang dan ada pihak yang tergantung.
  2. Perbedaan dalam kedudukan menimbulkan kepentingan-kepentingan yang berbeda pula.
  3. Mula-mula sebagian kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda itu tidak disadari dan karenanya dapat disebut “kepentingan sembunyi “(latent interests) yang tidak akan meletuskan aksi.
  4. Konflik itu akan berhasil membawa perubahan dalam struktur relasi-relasi sosial, kalau kondisi-kondisi  tertentu telah dipenuhi yaitu kondisi –kondisi yang menyangkut keorganisasian, kondisi-kondisi  yang menyangkut konflik sendiri dan ada kondisi-kondisi yang menentukan bentuk dan besarnya perubahan struktural.
Teori konflik memandang bahwa kemiskinan didunia ketiga sebagai akibat proses perkembangan kapitalis didunia barat. Kalau Negara yang berkembang ingin maju maka harus mampu melepaskan dan memutuskan hubungan dengan Negara-negara kapitalis. Teori konflik ini meskipun sangat ringkih namun mendapat dukungan yang luas terutama dari kalangan intelektual muda dikalangan Negara yang berkembang.
Perkembangan pendidikan hanya merupakan suatu proses strata pikasi social yang cenderung memperkuat posisi kaum yang selam ini memiliki keistimewaan. Beberapa asumsi dari teori konflik ;
  1. Manusia sebagai makhluk hidup memiliki sejumlah kepentingan yang paling dasar yang mereka inginkan dan berusaha untuk mendapatkannya
  2. Kekuasaan mendapatkan penekanan sebagai pusat hubungan social
  3. Ideology dan nilai-nilai dipandang sebagai suatu senjata yang digunakan oleh kelompok yang berbeda dan mungkin bertentangan untuk mengejar kepentingan sendiri
Teori konflik sangat bertentangan dengan teori structural fungsional, penganut paham teori konflik terdapat perbedaan yang tajam dan tidak kalah serunya dengan perbedaan penganut struktural fungsional. Zamroni (1988, hal 30-32).
Asumsi dasar teori konflik menurut karl marx menyatakan bawa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Syamsir (2006, hal 09)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar