DEK JALANG MANJALANG,JAUH CINTO MANCINTO DI KABA BAIAK BAHIMBAUAN,DI KABA BURUAK BAHAMBAUAN SAKIK, SILAU MENYILAU,MATI JAGUAK MANJAGUAK KABUKIK SAMO MANDAKI,KA LURAH SAMO MANURUN,TATILANTANG SAMO MAKAN ANGIN,TATUNGKUIK SAMO MAKAN TANAH HATI TUNGAU SAMO DI CACAH,HATI GAJAH SAMO DILAPAH
Minggu, 08 Desember 2013
Sabtu, 07 Desember 2013
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan
diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si
individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya
strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah
cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme
pertahanan diri merupakan bentuk penipuan diri.
Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.
Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.
a. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:
1) Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan,
2) Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada,
3) Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk,
4) Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif,
5) Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:
1) Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan,
2) Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada,
3) Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk,
4) Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif,
5) Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
b.Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi)
c. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
d. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
e. Regresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi)
c. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
d. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
e. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum
bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada
anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali
lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia
memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil).
Misalnya anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol
atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak
pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya
dianggap sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur)
ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi
pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa
aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar
respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang
mencoba mencari perhatian.
f. Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
g.Mengelak
f. Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
g.Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh
stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba
mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan
metode yang tidak langsung.
h. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
i. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.
j. Rasionalisasi
h. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
i. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.
j. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan
sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara
sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk.
Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan
berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang
buruk.
k. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.
l. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.
k. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.
l. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Pandangan Tentang Belajar
Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikoloig kognitif memandang beljar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh . Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif. Beberapa teori belajar cognitif adalah:
a) Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning dimulai pada tahun 1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori stimulus (S)- Respons ( R) untuk menyempurnakan teorinya Ivan Pavlo yang disebut “Classical Conditioning”. Skinner setuju dengan konsepnya John Watson bahwa psikologi akan diterima sebagai sain (science) bila studi tingkah laku (behavior) tersebut dapat diukur, seperti ilmu fisika, teknik, dan sebagainya.
Menurut Skinner , belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur. Hasil temuan skinner terdapat tiga komponen dalam belajar yaitu iscriminative stimulus (SD) Response Reinforcement (penguatan) terdiri dari penguatan positif dan penguatan negative
Pandangan Tentang Belajar
Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikoloig kognitif memandang beljar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh . Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif. Beberapa teori belajar cognitif adalah:
a) Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning dimulai pada tahun 1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori stimulus (S)- Respons ( R) untuk menyempurnakan teorinya Ivan Pavlo yang disebut “Classical Conditioning”. Skinner setuju dengan konsepnya John Watson bahwa psikologi akan diterima sebagai sain (science) bila studi tingkah laku (behavior) tersebut dapat diukur, seperti ilmu fisika, teknik, dan sebagainya.
Menurut Skinner , belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur. Hasil temuan skinner terdapat tiga komponen dalam belajar yaitu iscriminative stimulus (SD) Response Reinforcement (penguatan) terdiri dari penguatan positif dan penguatan negative
b) Teori Conditioning Of Learning,
Robert M. Gagne
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang komulatif (gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal.
Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks. Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah : mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari :
1.Stimulus dan lingkungan 2. proses kognitif
Menurut Gagne belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Verbal information (informasi verbal)
2) Intellectual Skill (skil Intelektual)
3) Attitude (perilaku)
4) Cognitive strategi (strategi kognitif)
Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan informasi.
Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu “ Knowing how”. Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”.
c) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Cognitive Development Theory)
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interksi yangterus menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti system kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi. Menurut Piaget ada tiga perbedaan cara berfikir yang merupakan prasyarat perkekmbangan operasi formal, yaitu; gerakan bayi, semilogika, praoprasional pikiran anak-anak, dan operasi nyata anak-anak dewas.
Ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu :
1) lingkungan fisik
2) kematangan
3) pengaruh sosial
4) proses pengendalian diri (equilibration)
Tahap perkembangan kognitif :
1) Periode Sensori motor (sejak lahir – 1,5 – 2 tahun)
2) Periode Pra Operasional (2-3 tahun sampai 7-8 tahun)
3) Periode operasi yang nyata (7-8 tahun sampai 12-14 tahun)
4) Periode operasi formal
Kunci dari keberhasilan pembelajaran adalah instruktur/guru/dosen/guru harus memfasilitasi agar pembelajar dapat mengembangkan berpikir logis.
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang komulatif (gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal.
Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks. Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah : mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari :
1.Stimulus dan lingkungan 2. proses kognitif
Menurut Gagne belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Verbal information (informasi verbal)
2) Intellectual Skill (skil Intelektual)
3) Attitude (perilaku)
4) Cognitive strategi (strategi kognitif)
Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan informasi.
Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu “ Knowing how”. Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”.
c) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Cognitive Development Theory)
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interksi yangterus menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti system kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi. Menurut Piaget ada tiga perbedaan cara berfikir yang merupakan prasyarat perkekmbangan operasi formal, yaitu; gerakan bayi, semilogika, praoprasional pikiran anak-anak, dan operasi nyata anak-anak dewas.
Ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu :
1) lingkungan fisik
2) kematangan
3) pengaruh sosial
4) proses pengendalian diri (equilibration)
Tahap perkembangan kognitif :
1) Periode Sensori motor (sejak lahir – 1,5 – 2 tahun)
2) Periode Pra Operasional (2-3 tahun sampai 7-8 tahun)
3) Periode operasi yang nyata (7-8 tahun sampai 12-14 tahun)
4) Periode operasi formal
Kunci dari keberhasilan pembelajaran adalah instruktur/guru/dosen/guru harus memfasilitasi agar pembelajar dapat mengembangkan berpikir logis.
d) Teori Berpikir Sosial (social
Learning Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam seting yang alami/lingkungan sebenarnya. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking). Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan. Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas. Tingkah laku dihadirkan oleh model Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar) Pemrosesan kode-kode simbolik Skema hubungan segitiga antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku, (Bandura, 1976).
Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan ) memegang peranan penting. Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi). Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar.
Berikut Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses pembelajaran yaitu sebagai berikut :
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam seting yang alami/lingkungan sebenarnya. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking). Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan. Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas. Tingkah laku dihadirkan oleh model Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar) Pemrosesan kode-kode simbolik Skema hubungan segitiga antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku, (Bandura, 1976).
Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan ) memegang peranan penting. Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi). Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar.
Berikut Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses pembelajaran yaitu sebagai berikut :
Strategi Proses
1. Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :
a. Apakah karekter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep, motor skil atau efektif?
b. Bagaimanakah urutan atau sekuen dari tingkah laku tersebut?
c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen tersebut?
1. Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :
a. Apakah karekter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep, motor skil atau efektif?
b. Bagaimanakah urutan atau sekuen dari tingkah laku tersebut?
c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen tersebut?
2. Tetapkan fungsi nilai dari
tingkah laku dan pilihlah tingkah laku tersebut sebagai model.
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting dalam kehidupan dimasa datang? (success prediction)
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidk begitu penting) model manakah yang lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol?
Pertimbangan soal biaya, pengulangan demonstrasi dan kesempatan untuk menunjukkan fungsi nilai dan tingkah laku.
d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih?
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting dalam kehidupan dimasa datang? (success prediction)
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidk begitu penting) model manakah yang lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol?
Pertimbangan soal biaya, pengulangan demonstrasi dan kesempatan untuk menunjukkan fungsi nilai dan tingkah laku.
d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih?
3. Pengembangan sekuen instruksional
a. Untuk mengajar motor skill, bagaimana caramengerjakan pekerjaan/kemampuan yang dipelajari :how to do this” dan bukannya “not this”.
Langkah-langkah manakah menurut sekuen yang harus dipresentasikan secara perlahan-lahan
4. Implementasi pengajaran untuk menunut proses kognitif dan motor reproduksi.
a. motor skill
1) hadirkan model
2) beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan secarasimbolik
3) beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan umpan balik visual
b. proses kognitif
1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kode-kode verbal atau petunjuk untuk mencari konsistensi pada berbagai contoh
2) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membuat ihtisar atau summary
3) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi penerapan beri kesempatan pembelajar untuk berpartisipasi secaraaktif
4) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi ke berbagai siatuasi.
Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif belajar.
2. komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar.
3. hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau tidak (retrievel).
4. dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of efficacy” dan self regulatory” pembelajar.
5. dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk latihan secara mental sebelum latihan fisik, dan “reinforcement” dan hindari punishment yang tidak perlu.
Ahli lain yaitu Bloom dkk, menjelaskan domain tujuan pendidikan ada tiga ranah yaitu : 1) kognitif, yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan perkembangan kemampuan dan skill intelektual, 2) afektif yang menjelaskan tentang perubahan dalam minat, perilaku (attitudes), nilai-nilai dan perkembangan dalam apresiasi dan penyesuaian , dan 3) psikomotor.
a. Untuk mengajar motor skill, bagaimana caramengerjakan pekerjaan/kemampuan yang dipelajari :how to do this” dan bukannya “not this”.
Langkah-langkah manakah menurut sekuen yang harus dipresentasikan secara perlahan-lahan
4. Implementasi pengajaran untuk menunut proses kognitif dan motor reproduksi.
a. motor skill
1) hadirkan model
2) beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan secarasimbolik
3) beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan umpan balik visual
b. proses kognitif
1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kode-kode verbal atau petunjuk untuk mencari konsistensi pada berbagai contoh
2) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membuat ihtisar atau summary
3) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi penerapan beri kesempatan pembelajar untuk berpartisipasi secaraaktif
4) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi ke berbagai siatuasi.
Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif belajar.
2. komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar.
3. hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau tidak (retrievel).
4. dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of efficacy” dan self regulatory” pembelajar.
5. dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk latihan secara mental sebelum latihan fisik, dan “reinforcement” dan hindari punishment yang tidak perlu.
Ahli lain yaitu Bloom dkk, menjelaskan domain tujuan pendidikan ada tiga ranah yaitu : 1) kognitif, yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan perkembangan kemampuan dan skill intelektual, 2) afektif yang menjelaskan tentang perubahan dalam minat, perilaku (attitudes), nilai-nilai dan perkembangan dalam apresiasi dan penyesuaian , dan 3) psikomotor.
ANALISIS DATA DALAM KUALITATIF
A. ANALISIS
DATA
Dalam
penilaian kualitatif, data dapat diperoleh dari berbagai sumber dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan
dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang
terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali. Data yang
diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data
kuantitatif), sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada polanya
yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan
analisis. Seperti yang dinyatakan oleh beberapa pakar seperti:
a.
Miles and Huberman (1984) bahwa yang
paling serius dan sulit dalam analisis kualitatif adalah karena metode analisis
belum dirumuskan dengan baik.
b. Susan Stainback menyatakan: belum ada panduan dalam
penelitian kualitataif untuk mendukung kesimpulan atau teori.
c.
Nasution menyatakan bahwa: melakukan
analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis
memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara
tertentu yang dapat diikuti untuk menganalisis, sehingga setiap peneliti harus
mencari sendiri metode yang dirasakan yang cocok dengan sifat penelitiannya.
Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.
d. Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dapat dilakukan
dengan mengorganisasikan data, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari serta membuat kesimpulan yang akan diceritakan kepada orang lain.
e.
Spradley (1980) menyatakan bahwa
analisis dalam penelitian jenis apapun, adalah merupakan cara berfikir. Hal itu
berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menetukan
bagian, hubungan antar, dan hubungannya dengan keseluruhan. Analisi adalah
untuk mencari pola.
Berdasarkan
hal tersebut di atas dapat dikemukakan disini bahwa, analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data
kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakuakan sintesa dipelajari dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data kualitatif adalah bersifat
induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya
dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan
hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicariakn data
lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah
hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila
berdasarkan data yang dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik
triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang
menjadi teori.
B.
MODEL
ANALISIS DATA DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Analisis
data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Dalam hal ini Nasution
(1988) menyatakan ”Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
sebelum terjun kelapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil
penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai
jika mungkin, teori grounded”. Namun
dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses
dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data .
1.
Analisis
Sebelum di Lapangan
Penelitian
kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan.
Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data skunder,
yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus
penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti
masuk dan selama dilapangan.
Jadi
ibarat seseorang ingin mencari pohon jati disuatu hutan. Berdasarkan
karakteristik tanah dan iklim, maka dapat diduga bahwa hutan tersebut ada pohon
jatinya. Oleh karena itu peneliti dalam membuat proposal penelitian, fokusnya
adalah ingin menemukan pohon jati pada hutan tersebut, berikut
karakteristiknya.
Setelah
peneliti masuk ke hutan beberapa lama, ternyata hutan tersebut tidak ada pohon
jatinya. Kalau peneliti kuantitatif tentu akan membatalkan penelitiannya.
Tetapi kalau peneliti kualitatif tidak, karena fokus penelitian bersifat
sementara dan akan berkembang setelah dilapangan. Bagi peneliti kualitatif,
kalau fokus penelitian yang dirumuskan pada proposal tidak ada dilapangan, maka
peneliti akan merubah fokusnya, tidak lagi mencari kayu jati lagi di hutan,
tetapi akan berubah dan mungkin setelah masuk hutan tidak lagi tertarik pada
kayu jati tetapi beralih kepohon-pohon yang lain, bahkan juga mengamati
binatang yang ada dihutan tersebut.
2.
Analisis
Selama di Lapangan Model Miles and Huberman
Analisis
data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada
saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaannya lagi sampai tahap
tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles and Huberman (2984)
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai jenuh. Aktifitas dalam
analisis data, yaitu data reduction, data
display dan conclusion
drawing/ferification.
a.
Data
reduction (reduksi data)
Data
yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat
secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan makin lama peneliti di
lapangan, maka jumlah data akan makinbanyak, kompleks dan rumit. Untukn itu
perlu segers dilakuakan analissi data melalui reduksi data. Mereduksi data
berarti merangkum , memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang
penting, dicari tema dan polanya dan memebuang yang tidak perlu. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan memepermudah peneliti untuk melakuakan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinyan
bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti
computer mini, dengan memberikan kode-kode pada aspek- aspek tertentu.
Dalam
suatu situasi social tertentu, peneliti dalam mereduksi data mungkin akan
memfokuskan pada murid dari keluarga orang tua miskin, pekerjaan sehari- hari
yang dikerjakan, dan rumah tinggalnya. dalam bidang manajemen, dalam mereduksi
data mungkin peneliti akan memfokuskan pada bidang pengawasan, dengan melihat
perilaku orang-orang yang menjadi pengawas, tempat kerja, antara pengawas
dengan yang diawasi serta hasil pengawasan.
Dalam
mereduksi, data setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang dicapai. Tujuan
utama dalam penelitian kulitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau
peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang
asing, tidak dikenal, belum memiliki, justru itulah yang harus dijadikan
perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data. Ibarat melakuakn penelitian di
hutang maka pohon- pohon atau tumbuh- tumbuhan dan binatang- binatang yang
belum dikenal selama ini, justru dijadikan focus untuk pengamatan selanjutnya.
Reduksi
data merupakan proses berfikir sensitive yang memerlukan kecerdasan dan
keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang baru, dalam
melakukan reduksi data dapat mediskusikan pada teman atau orang lain yang
dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang
sehingga dapat merediksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan
teori yang segnifikan.
b.
Data
display (penyajian data)
Setelah
data reduksi, maka langkah selanjutnya adalh mendisplaykan data. Kalau dalam
penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakuakan dalam bentuk table,
grafik, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data
terorganisasikan, tersususn dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah
dipahami.
Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and
Huberman(1984) menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan
mendisplaykan data maka akan memedahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
Miles and Huberman(1984). Selanjutkan disarangkan, dalam melakukan dispalay
data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network dan chart. Untuk mengecek apakah peneliti telah memahami apa yang
didisplaykan, maka perlu dijawab pertayaan berikut, apakah anda tahu apa isi
yang didisplaykan.
c.
Conclusion
Drawing/verification
Langkah
ketiga dalam analisis data kulitatif menurut Miles and Huberman adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila data
kesimpulan data yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh kembali
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.
Dengan
demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif
mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah penelitian berada dilapangan.
Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa diskripsi atau gambaran suatu
obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kasual atau interaktif, hipotesis atau
teori.
3.
Analisis
Data Selama di Lapangan Model Spradley
Spradley
(1980) membagi analisis data dalam penelitian, berdasarkan tahapan dalam
penelitian kualitatif. Tahapan penelitian kualitatif menurut Spradley bahwa
proses penelitian kualitatif setelah memesuki lapangan,dimulai dengan
menetapkan seseorang informan kunci “key
informant”yang merupakan informan yang berwibawa dan dipercaya mampu
“membukakan pintu” kepada peneliti untuk memasuki obyek penelitian. Setelah itu peneliti melakukan wawancara
kepada informan tersebut dan mencatat hasil wawancara. Selanjutnya perhatian
peneliti pada obyek penelitian dan memulai mengajukan pertanyaan deskriptif,
dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara. Berdasarkan hasil dari
analisis wawancara selanjutnya peneliti melakukan analisis domain. Pada langkah
ketujuh peneliti sudah menentukan fokus dan melakukan analisis taksonomi.
Berdasarkan hasil analisi taksonomi, selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan
kontras, yang dilanjutkan dengan analisis komponensial. Hasil dari analisis
komponensial, selanjutnya peneliti menemukan tema-tema budaya. Berdasarkan
temuan tersebut, selanjutnya peneliti menuliskan laporan penelitian emografi.
Jadi
proses penelitian berangkat dari yang luas, kemudian memfokus, dan meluas lagi.
Terdapat tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yaitu
analis domain, taksonomi dan komponensial, anlisis tema cultural.
a.
Analisis Domain
Setelah
peneliti memasuki obyek penelitian yang berupa situasi sosial yang terdiri atas
place, actor, dan avtivity (PPA), selanjutnya melaksakan
observasi partisipan, mencatat hasil observasi dan wawancara, melakukan
observasi deskriptif, maka langkah selanjutnya
melakukan analisis domain. Adapun macam analisis data kualitatif
(Spradley, 1980) dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
Gambar 1.a Macam analisis data kualitatif (Spridlay,
1980)
Analisis
domain merupakan langkah pertama dalam penelitian kualitatif. Lanhkah
selanjutnya adalah analisis taksonomi yang aktivitasnya adalah mencari
bagaimana domain yang dipilih itu dijabarkan menjadi lebih rinci. Selanjutnya
analisis komponensial aktivitasnya adalah mencari perbedaan yang spesifik
setiap rincian yang dihasilkan dari analisis taksonomi. Yang terakhir adalah
analisis tema, yang aktifitasnya adalah mencari hubungan dianatara domain, dan
bagaimana hubungannya dengan keseluruhan, selanjutnya dirumuskan dalam suatu
tema atau judul penelitian.
Analisis
domain pada umumnya dilakuakan untuk memperoleh gambaran yang umum dan
menyeluruh tentang situasi social yang diteliti atau obyek penelitian. Data
diperoleh dari grand tour dan minitour question. Hasilnya berupa
gambaran umum tentang obyek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah
diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum mendalam, masih
dipermukaan, namun sudah menentukan domain-domain atau kategori dari situasi
social yang diteliti.
b. Analisis Taksonomi
Setelah
peneliti melakukan analisis domain, sehingga ditemukan domain-domain atau
kategori dari situasi social tertentu, maka selanjutnya ditetapkan sebagai
fokus penelitian, perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data di lapangan.
Pengumpulan data dilakukan secara terus mensrus melalui pangamatan, wawancara
mendalam dan dokumentasi sehingga data yang terkumpul menjadi banyak. Oleh
karena itu pada tahap ini diperlukan analisis lagiyang disebut dengan analisis
taksonomi.
Jadi analisis taksonomi adalah analisis
terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah
ditetapkan. Dengan demikian domain yang telah ditetapkan menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai
secara lebih rinci dan mendalam melalui analisis taksonomi ini. Hasil analisis
taksonomi dapat disajikan dalam bentuk diagram kotak, diagram garis dan simpul
dan out line. Berikut adalah contoh diagram yg biasa digunakan dalam analisis
taksonomi.
Gambar
1.c diagram garis dan simpul
c.
Analisis Komponensial.
Dalam
analisis taksonomi, yang diurai adalah domain yang telah ditetapkan menjadi
focus. Melalui analisis taksonomi, setiap domain dicari elemen yang serupa atau
serumpun. Ini diperoleh melalui observasi dan wawancara serta dokumentasi yang
terfokus.
Pada
analisis komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan dalam domain bukanlah
keserupaan dalam domain, tetapi justru yang memiliki perbedaan atau yang
kontras. Data ini dicari melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang
terseleksi. Dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi teresbut,
sejumlah demensi yang spesifik dan berbeda pada setiap elemen akan dapat
ditemukan.
d. Analisis Tema Budaya
Analisis
tema budaya merupakan upaya mencari “benang merah” yang mengintegrasikan lintas
domain yang ada (Sanapiah faisal, 1990). Dengan ditemukan benang merah dari
hasil analisis domain, taksonomi, dan komponensial tersebut, maka selanjutnya
akan dapat tersusun suatu “konstruksi bangunan” situasi sosial/obyek penelitian
yang sebelumnya masih gelap atau remang-remang, dan setelah dilakukan
penelitian maka menjadi lebih terang dan jelas.
Berdasarkan
analisis tema budaya tersebut selanjutnya dapat disususn judul penelitian baru,
apabila judul dalam proposal berubah setelah peneliti memasuki lapangan.
C.
LANGKAH
ANALISIS DATA DALAM PENELITIAN
Pengumpulan
dan analisis data penelitian kualitatif bersifat interaktif, berlangsung dalam
lingkaran yang saling tumpang tindih. Langkah-langkahnya biasa disebut strategi
pengumpulan dan analisis data, teknik yang digunakan fleksibel, tergantung pada
strategi terdahulu yang digunakan dan data yang telah diperoleh. Secara umum
langkah-langkahnya ada kesamaan antara satu penelitian dengan penelitian
lainnya, tetapi didalamnya ada variasi.
Menurut
Nana Sayaodih Sukmadinata (2008)
langkah-langkah analisis data dapat dimulai dari :
1.
Perencanaan
Perencanaan
meliputi perumusan dan pembatasan masalah serta serta merumuskan
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diarahkan pada kegiatan pengumpulan data.
Kemudian merumuskan situasi penilaian, satuan dan lokasi yang dipilih serta
informan-informan sebagia sumber data. Deskripsi tersebut merupakan pedoman
bagi pemilihan dan penentuan sampel purposive.
2.
Memulai pengumpulan data
Sebelum
pengumpulan data dimulai, peneliti berusaha menciptakan hubungan baik,
menumbuhkan kepercayaan serta hubungan yang akrab dengan individu-individu dan
kelompok yang menjadi sumber data. Peneliti memulai wawancara dengan beberapa
informan yang telah dipilih untuk kemudian dilanjutkan dengan teknik bola salju
atau member check. Pengumpulan data melalui interview dilengkapi dengan data
pengamatan dan data dokumen (triangualasi). Data pada pertemuan pertama belum
dicatat, tetapi data pada pertemuan-pertemuan selanjutnya dicatat, disusun,
dikelompokkan secara intensif kemudian diberi kode agar memudahkan dalam
analisis data.
3.
Pengumpulan data dasar
Setelah
peneliti berpadu dengan situasi yang diteliti, pengumpulan data lebih
diintensifkan dengan wawancara yang lebih mendalam, observasi dan pengumpulan
dokumen yang lebih intensif. Dalam pengumpulan data dasar peneliti benar-benar
“melihat, mendengarkan, membaca dan merasakan” apa yang ada dengan penuh
perhatian. Sementara pengumpulan data terus berjalan, analisis data mulai
dilakukan, dan keduanya terus dilakukan berdampingan sampai tidak ditemukan
data baru lagi. Deskripsi dan konseptualisasi diterjemahkan dan dirangkumkan
dalam diagram-diagram yang bersifat integratif. Setelah pola-pola dasar
terbentuk, peneliti mengidentifikasi ide-ide dan fakta-fakta yang membutuhkan
penguatan dalam fase penutup.
4.
Pengumpulan data penutup
Pengumpulan
data berakhir setelah peneliti meninggalkan lokasi penelitian, dan tidak
melakukan pengumpulan data lagi. Batas akhir penelitian tidak bisa ditentukan
sebelumnya seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dalam proses penelitian
sendiri. Akhir masa penelitian terkait dengan masalah, kedalaman dan
kelengkapan data yang diteliti. Peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah
mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan atau tidak ditemukan lagi data
baru.
5.
Melengkapi
Langkah
melengkapi merupakan kegiatan menyempurnakan hasil analisis data dan menyususn
cara menyajikannya. Analisis data dimulai dengan menyusun fakta-fakta hasil
temuan lapangan. Kemudian peneliti membuat diagram-diagram, tabel,
gambar-gambar dan bentuk-bentuk pemaduan fakta lainnya. Hasil analisis data,
diagram bagan, tabel dan gambar-gambar tersebut diinterpretasikan, dikembangkan
menjadi proposisi dan prinsip-prinsip.
Dan
menurut Suharsimi Arikunto (2006)
langkah-langkah analisis data secara garis besar dapat meliputi 3 langkah,
yaitu persiapan, tabulasi dan penerapan data sesuai dengan pendekatan
penelitian.
Langganan:
Postingan (Atom)